Rumahku, istanaku. Ungkapan itu masih cocok untuk
menggambarkan sebuah rumah yang teduh, nyaman, aman, dan hangat bagi keluarga.
Tapi tidak murah untuk mewujudkannya. Mahalnya biaya rumah ramah lingkungan
tidak dapat dilepaskan dari banyaknya teknologi canggih yang dibenamkan di
dalamnya. Contohnya saja penggunaan sensor mati-hidup yang diterapkan pada
lampu rumah. Selain efektif, teknologi itu juga bisa jadi salah satu upaya
mengubah perilaku masyarakat Indonesia yang boros.
Apalagi masih banyak yang tidak tahu kalau rumah
tinggal juga banyak menyerap energi bumi. Seiring dengan berjalannya waktu, isu
pemanasan global juga ikut memengaruhi tren arsitektur rumah atau tempat
hunian. Penggunaan bahan yang ramah lingkungan dan tren green minimalist menjadi konsep rumah hijau paling popular saat
ini. Selain itu, masih ada aspek-aspek lain yang mendukung konsep rumah ramah
lingkungan, seperti rancang bangunnya, metodologi pembangunannya, dan efisiensi
penggunaan airnya.
Sayangnya, aspek penghematan energi yang menjadi
bagian dari konsep rumah ramah lingkungan ternyata tidak mudah diterapkan di Indonesia.
Pasalnya, bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, konsep rumah ramah lingkungan
cenderung dianggap mahal. Padahal, idealnya konsep rumah ramah lingkungan tidak
harus mahal, tapi tidak membahayakan ekosistem. Jadi pada hakikatnya, rumah
ramah lingkungan adalah rumah yang tidak merusak lingkungan.
Dalam kondisi lingkungan yang semakin rusak akibat
perubahan iklim, manusia dituntut untuk benar-benar peduli dengan
lingkungannya. Salah satunya, dengan berinovasi menciptakan produk-produk
bermutu yang ramah lingkungan, hemat, dan efisien, khususnya yang terkait
dengan rumah.
Sumber : Sindo, 2013.